A. Pengertian Sengketa Internasional
Sengketa Internasional
(Internasional Dispute) adalah perselisihan yang terjadi antar negara dengan
negara, negara dengan individu-individu, atau negara dengan badan-badan/
lembaga yang menjadi subyek hukum internasional.
Pengertian
sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik,
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sengketa internasional adalah suatu perselisihan antara
subjek-subjek hukum internasional mengenai fakta, hukum atau politik dimana
tuntutan atau pernyataan satu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh
pihak lainnya.
Istilah “sengketa internasional” (International disputes)
mencakup bukan saja sengketa-sengketa antara Negara-negara, melainkan juga
kasus-kasus lain yang berada dalam lingkup pengaturan internasional, yakni
beberapa kategori sengketa tertentu antara Negara disatu pihak dan
individu-individu, badan-badan korporasi serta badan-badan bukan Negara di
pihak lain.
B. Penyebab Terjadinya Sengketa
Internasional
Sengketa tersebut bisa terjadi
karena beberapa sebab, diantaranya :
1. Salah satu pihak tidak memenuhi
kewajiban dalam perjanjian internasional
2. Perbedaan penafsiran mengenai isi
perjanjian internasional
3. Perebutan sumber-sumber ekonomi
4. Perebutan pengaruh ekonomi, politik,
ataupun keamanan regional dan internasional
5. Adanya intervensi terhadap
kedaulatan negara lain
6. Penghinaan terhadap harga diri
bangsa
7. Adanya perbedaan kepentingan
8. Ketidaksepahaman mengenai garis
perbatasan antarnegara yang belum terselesaikan melalui mekanisme perundingan
9. Eskalasi aksi terorisme lintas
negara dan gerakan separatis bersenjata yang dapat mengundang kesalahpahaman
antar negara bertetangga
10. Politik luar negeri yang terlalu
luwes atau terlalu kaku
11. Unsur-unsur moralitas dan kesopanan
antarbangsa
12. Masalah hukum nasional (aspek
yuridis) yang saling bertentangan.
C. Contoh Sengketa Internasional
Sengketa Internasional adalah suatu
konflik antar Negara dalam memperebutkan suatu wilayah, Maupun wilayahnya yang
terletak di perbatasan.
Tak dapat disangkal, salah satu
persoalan yang dapat memicu persengketaan antar negara adalah masalah
perbatasan. Indonesia juga menghadapi masalah ini, terutama mengenai garis
perbatasan di wilayah perairan laut dengan negara-negara tetangga.
1. Sengketa Sipadan dan Ligitan
Sengketa
Sipadan dan Ligitan
adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat:
4°6′52.86″N 118°37′43.52″E / 4.1146833°LU
118.6287556°BT
dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan
koordinat: 4°9′N 118°53′E / 4.15°LU 118.883°BT. Sikap Indonesia semula ingin
membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk
menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah
Internasional
Kronologi sengketa
Persengketaan antara Indonesia
dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum
laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau
Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu
sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status
quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun
resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia
memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan
selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti
status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati atau diduduki sampai persoalan
atas kepemilikan dua pulau ini selesai. karena kita taat pada hukum
internasional yang melarang mengunjungi daerah status quo, ketika anggota kita
pulang dari sana membawa laporan, malah dimarahi. Sedangkan Malaysia malah
membangun resort di sana.SIPADAN dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal
bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi
itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu,
kini, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah
penginapan menjadi hampir 20 buah.Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu
memang belum bisa disebut memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa
memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar
pembangunan di sana disetop dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih
dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya.Pihak Malaysia secara sepihak
memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.Setelah Sipadan dan
Ligitan Terlepas dari Indonesia
Pada tahun 1976, Traktat
Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and
Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara
lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan
perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak
Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk
klaim Sengketa Pedra Branca|pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah
dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina
Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina , Vietnam , Cina , dan Taiwan .
Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara
Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak
Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.
Sikap pihak Indonesia yang ingin
membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa
masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada
tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM
Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil
PM Anwar Ibrahim , dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada
tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut.
Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49
Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997. Sementara
pihak mengkaitkan dengan kesehatan Presiden Soeharto. Kohl zu Krankenbesuch bei
"Freund" Suharto dengan akan dipergunakan fasilitas kesehatan di
Malaysia Pemergian Suharto: Malaysia Kehilangan Sahabat Baik
Keputusan Mahkamah Internasional
Pada tahun 1998 masalah sengketa
Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002
ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau
Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di
lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang
berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI,
sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh
Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity
(tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas
maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif
secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan
pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang
dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan
chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan
laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.
2. Kasus Ambalat
Ambalat adalah blok laut luas mencakup
15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah,
Malaysia dan Kalimantan
Timur, Indonesia. Penamaan
blok laut ini didasarkan atas kepentingan eksplorasi kekayaan laut dan bawah
laut, khususnya dalam bidang pertambangan minyak. Blok laut ini tidak semuanya kaya
akan minyak mentah.
Persoalan klaim diketahui setelah
pada tahun 1967 dilakukan pertemuan teknis pertama kali mengenai hukum laut
antara Indonesia
dan Malaysia. Kedua
belah pihak bersepakat (kecuali Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai
keadaan status quo. Pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan
perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian
Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia, kedua negara masing2 melakukan ratifikasi
pada 7 November 1969, tak lama berselang masih pada tahun
1969 Malaysia membuat peta baru yang
memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal ini
membingungkan Indonesia dan Singapura pada akhirnya Indonesia maupun
Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut. Kemudian pada tanggal 17
Maret 1970 kembali
ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia. 1979
pihak Malaysia membuat peta baru
mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan yang secara sepihak membuat
perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam
wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati Pulau
Sebatik Indonesia memprotes dan menyatakan
tidak mengakui klaim itu, merujuk pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental
Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut
Indonesia dan Malaysia tahun 1970. Indonesia melihatnya sebagai usaha
secara terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan ekspansi terhadap
wilayah Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah Pulau
Sipadan dan Ligitan, juga berada di blok Ambalat,
dinyatakan sebagai bagian dari Malaysia oleh Mahkamah
Internasional.
D. Cara-cara Penyelesaian Sengketa
dalam Hukum Internasional
Sengketa internasionala dapat
dikatakann sebagai suatu konflik, dan dalam penyelesaiannya memiliki beberapa
jalur, baik itu jalur damai maupun jalur kekerasan. Namun dalam menghadapi
sengketa antar negara, biasanya negara-negara tersebut sebisa mungkin lebih
memilih untuk menyelesaikannya melalui jalur damai.
1).
Secara Damai
penyelesaian
sengketa yang tercantum dalam piagam,dapat di kelompokan menjadi dua bagian
yaitu penyelesaian secara politik/diplomatic dan secara hokum.
a.
Jalur Politik/diplomatik
Kedamaian
dan keamanan internasional hanya dapat di wujudkan apabila tidak ada kekerasan
yang di gunakan dalam menyalesaikan sengketa. penyelesaian sengketa secara
damai ini , kemudian di jelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 piagam yang
mencatumkan beberapa cara damai dalam menyalesaikan sengketa ,di antaranya:
ü Negosiasi
Negosisasi
meropakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup lama di
pakai,sampai pada permulaan abad 20,negosiasi meropakan satu satunya cara yang
di pakai dalam menyelesaikan sengketa.sampai saat ini cara penyelesaian melalui
negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali di tempuholeh para pihak yang
bersengketa.penyelesaian sengketa ini di lakukan secara langsung oleh para
pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan pihak ketiga.
ü Jasa Baik (Good Offices)
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui
bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa
menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi.
Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good offices), dan jasa baik politis (political good offices). Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari jasa baik teknis ini adalah mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para pihak yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.
Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good offices), dan jasa baik politis (political good offices). Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari jasa baik teknis ini adalah mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para pihak yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.
ü Mediasi
ketika
negara negara yang menjadi para pihak ke dalam suatu sengketa internasional
tidak dapat menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi intervensi yang di
lakukan oleh pihak ketiga adalah sebuah cara yang mungkin untuk keluar dari
jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang dapat di
terima oleh kedua belah pihak.pihak ketiga yang melaksanakan mediasi ini tentu saja bersifat netral dan
independen.sehingga dapat memberikan saran yang tidak memihak salah satu negara
yang tidak sengketa.Intervensi yang di lakukan oleh pihak ketiga ini dapat di
lakukan dalam beberapa bentuk.misalnya pihak ketiga memberikan saran kepada
kedua belah pihak untuk melakukan negosiasi ulang ,atau bisa saja pihak ketiga
hanya menyediakan jalur komunikasi tambahan.
ü Pencari Fakta (fact finding/Inquiry)
Fungsi dari Inquiry adalah
untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan mencari kebenaran fakta, tidak
memihak, melalui investigasi secara terus-menerus sampaiu fakta yang
disampaikan salah satu pihak dapat diterima oleh pihak yang lain.
ü Konsiliasi (Conciliation)
Sama seperti
mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi
pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah
negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi
konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau bersifat ad
hoc, yang kemudian memberikan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para
pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi ini tidak mengikat
para pihak.
ü Penyelesaian Melalui PBB
Organisasi ini dibentuk pada tahun
1945. Salah satu tujuannya adalah menyelesaikan perselisihan antarnegara.
Organisasi ini telah mengambil alih sebagian besar tanggung jawab untuk
menyelesaikan sengketa internasional.
ü Penyelesaian Melalui Organisasi
Regional
b. Jalur Hukum
ü Penyelesaian sengketa melalui jalur
hukum atau judicial settlement
juga
dapat menjadi pilihan bagi subyek hukum internasional yang bersengketa satu
sama lain. Bagi sebagian pihak, bersengketa melalui jalur hukum seringkali
menimbulkan kesulitan, baik dalam urusan birokrasi maupun besarnya biaya yang
dikeluarkan. Namun yang menjadi keuntungan penyelesaian sengketa jalur hukum
adalah kekuatan hukum yang mengikat antara masing-masing pihak yang bersengketa.
ü Jalur Arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui
arbitrase menurut hukum Internasional adalah prosedur untuk
penyelesaian sengketa antara negara-negara dengan penghargaan yang mengikat
berdasarkan hukum.
Sebagaimana halnya penyelesaian sengketa secara damai yang lain, prinsip
sukarela juga mendasari penyelesaian sengketa melalui lembaga ini.
ü Pengadilan Internasional
Pengadilan Internasional antara lain
Internatinal Court of Justice (ICJ), Permanent Court of International
of Justice (PCIJ), Internatinal Tribunal for the Law of the Sea, berbagai
Ad Hoc Tribunal, juga Internatinal Criminal Court (ICC).
Namun ICJ sering dianggap sebagai cara utama penyelesaian sengketa hukum antar
negara.
Penyelesaian
sengketa internasional melalui jalur hukum berarti adanya pengurangan
kedaulatan terhadap pihak-pihak yang bersengketa. Karena tidak ada lagi
keleluasaan yang dimiliki oleh para pihak, misalnya seperti memilih hakim,
memilih hukum dan hukum acara yang digunakan. Tetapi dengan bersengketa di
pengadilan internasional, maka para pihak akan mendapatkan putusan yang
mengikat masing-masing pihak yang bersengketa.
2).
Jalur Kekerasan
a. Retorsi
Retorsi yaitu tindakan tidak
bersahabat yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain yang telah
lebih dahulu melakukan tindakan yang tidak bersahabat dan ikan tindakan yang
sah dimaksudkan untuk merugikan negara yang telah melakukan pelanggaran.
b.
Reprisal
Reprisal yaitu sebagai upaya paksa
oleh suatu negara terhadap negara lain, dengan maksud untuk menyelesaikan
sengketa yang timbul karena negara yang dikenai reprisal telah melakukan
tindakan yang ilegal atau tidak dibenarkan.
c.
Blokade Damai (pacific Blocade)
Blokade damai dilakukan untuk
memaksa negara yang diblokade agar memenuhi permintaan ganti rugi yang diderita
negara yang memblokade.
d.
Embargo
Embargo adalah larangan ekspor
barang ke negara yang dikenaii embargo.
e.
Perang
Perang bertujuan untuk menaklukan
negara lawan sehingga negara yang miliki alternatif lain kecuali menerima
syarat-syarat penyelesaian yang ditentukan oleh negara pemenang perang.
Posting Komentar